- Back to Home »
- Andragogi »
- METODE PELATIHAN-EVALUASI
Posted by : Unknown
June 20, 2014
Pada
hari Kamis kemarin (12 Juni 2014), kami berkesampatan mengikuti pelatihan yang
dipertanggungjawabi dan difasilitasi oleh kelompok empat / kelompok pelatihan.
Pada kesempatan itu kami melaksanakan pelatihan membuat alas piring dengan
bahan utamanya dari benda yang sudah tidak terpakai lagi, yaitu sumpit-sumpit.
Nah
pada postingan kali ini saya akan lebih membahas mengenai pelatihan partisipatif
berhubung kemarin yang dilaksanakan merupakan jenis pelatihan partisipatif,
sekaligus saya juga akan memberikan komentar dan evaluasi saya pribadi dari
pelatihan yang sudah dilaksankan oleh fasiltator / kelompok tersebut.
Pelatihan
Partisipatif
Pelatihan
merupakan salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa atau
yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah
sikap peserta dengan cara khusus. Pengetahuan kita mengenai beberapa jenis
pelatihan dan bagaimana merancang suatu pelatihan ini sangat penting, agar
pelatihan yang dilaksanakan dapat efektif dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pelatihan yang dilaksanakn untuk orang dewasa berbeda dengan
pelatihan untuk anak-anak (pedagogi). Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan
yang berbeda, yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan, waktu
penyelenggaraan, dan sebagainya.
Dalam
pelatihan partisipatif agar dapat berjalan lancer, maka pemandu (facilitator), pelatih (trainer) menggunakan metode dan taktik
yang banyak melibatkan perans serta peserta harus dapat berperan dengan baik
untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Dalam
pelatihan partisipatif biasanya
menggunakan siklus belajar dari pengalaman (experiental
learning cycle). Metode ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
mengalami, mengungkapkan, menganalisis, generalisasi, dan menerapkan.
1.
Mengalami
:
Pengalaman yang kita alami adalah inti proses belajar
2. Mengungkapkan
: Mengungkapkan berbagai pengalamannya, termasuk menyatakan apa yang dirasakan
dan dikatakan oleh diri sendiri dan orang lain, dan bagaimana pengalaman tersebut
memiliki arti.
3. Menganalisis
: Proses mencoba memahami berbagai ungkapan pengalaman dari berbagai pihak yang
terlibat,
4.
Generalisasi
: Dari berbagai ungkapan pengalaman dan analisis yang terjadi, perlu ditarik
kesimpulannya atau generalisasi sebagai bahan guna menyusun tindak lanjut
5. Menerapkan
: Melakukan sesuatu yang telah direncanakan atas hasil pembelajaran. Termasuk
di dalamnya : uji coba, penelitian, implementasi dan pengambilan resiko.
Mempersiapkan
Pelatihan Partisipatif
Beberapa
langkah penting dalam mempersiapkan pelatihan yang perlu ditempuh oleh seorang
fasilitator, yaitu:
11. Merumuskan materi dalam urutan yang
logis .
22. Merencanakan dan memperkirakan
kebutuhan waktu yang sesuai.
33. Pikirkan dan susunlah langkah-langkah
yang tepat.
44. Memilih, menetapkan, dan menggunakan
beberapa metode.
55. Mempunyai awal dan akhir, maksudnya
ada jangka waktu tertentu dalam pelaksanaan pelatihan
66. Hindari adanya kevakuman dalam proses
interaksi antara fasilitator dan peserta dalam proses pelatihan.
Selain keenam langkah di atas,
fasilitator hendaknya mempersiapkan sarana atau media belajar seperti handout, meta plan, OHP, peta-singkap,
pengaturan tempat, ruangan pelatihan, serta menyediakan konsumsi dan
akomodasinya (bagi yang memang diadakan untuk itu).
Lunandi (1982) mengungkapkan terdapat
beberapa unsur perencanaan pelatihan, yaitu:
11. Siapa yang akan dilatih?
22. Apa yang akan mereka pelajari?
33. Siapa yang akan menyampaikan
pelajaran?
44. Dengan cara bagaimana mereka akan
dilatih?
55. Bagaimana hasil pelatihan akan
dievaluasi
Berikut merupakan prosedur rancangan pelatihan yang dikemukakan oleh Lunandi (1982):
11. Menentukan kebutuhan
22. Menentukan sasaran
33. Merencakan sumber
44. Mengenal hambatan
55. Menentukan alternatif
66. Melakukan seleksi
Dalam pelaksanaan pelatihan, selain
materi pelatihan dan pembimbing, hal lain yang juga sangat penting dan perlu
diperhatikan adalah pengaturan ruangan, antara lain :
11. Ruangan cukup luas untuk menampung
seluruh peserta yang akan hadir.
22. Penerangan yang cukup terang dan tidak
menyilaukan, dan stop kontak untuk berbagai alat bantu audiovisual.
33. Peredaran udara yang cukup baik dengan
jendela-jendela yang cukup.
44. Ruangan yang cukup bersih.
55. Ruangan yang cukup tenang.
66. Toilet yang cukup dekat untuk peserta.
77. Kursi yang cukup jumlahnya dan baik
kondisinya untuk sejumlah peserta yang direncakan.
Selain itu, terdapat pula beberpa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam pengaturan tempat duduk bagi pendidikan orang
dewasa, yaitu sebagai berikut:
11. Agar peserta dapat melihat pendidik
dengan jelas.
22. Agar peserta dapat saling memandang
satu sama lain.
33. Agar peserta dapat meninggalkan tempat
duduknya dengan mudah.
44. Agar setiap peserta dapat melihat
dengan jelas alat-alat peraga yang dipergunakan.
55. Agar tidak ada peserta yang duduknya
menghadap cahaya yang menyilaukan.
66. Agar pembimbing dapat bergerak bebas
untuk berbagai keperluan, seperti menggunakan alat peraga, membuat variasi
gerakan dalam menyampaikan metari pelatihannya.
77. Agar tersedia sebuah meja di sudut
ruangan untuk meletakkan bahan ajar yang tidak segera digunakan atau yang akan
dibagikan kemudian.
Evaluasi dan
Komentar
Dari pelatihan partisipatif yang sudah
kami ikuti, ada beberapa hal yang akan saya komentari dan evaluasi. Beberapanya
yaitu terkait soal pengaturan ruangan, pengaturan tempat duduk, dan siklus
belajar dari pengalaman (experiental
learning cycle).
Dari persoalan pengaturan ruangan,
berhubungan tempat pelaksanaannya tetap di kelas MK.Andragogi dan tidak ada
hambatan selama proses pelatihan juga. Saya pikir hal itu baik-baik saja,
karena sudah mencakupi keseluruhan poin penting dan yang perlu diperhatikan dalam
pengaturan ruangan. Dan untuk pengaturan tempat duduk juga sudah sesuai dan
menciptakan koopertaif antar anggota kelompok untuk bisa lebih saling bekerja
sama dalam melakukan pelatihan yang sudah diinstruksikan. Di mana pada saat
pelatihan kemarin menerapkan susunan bangku lingkaran, sehingga seluruh anggota
dalam satu kelompok bisa saling melihat satu sama lain, dapat melihat
instruktur cukup jelas juga, tetapi saat hendak keluar peserta agak kesulitan
dan harus menggeser salah satu bangku terlebih dahulu. Dan saya pikir susunan
bangku ini cukup baik tetapi kurang efesien karena pelatihan yang dilakukan ini
butuh kerja sama tim dalam membuat alas piring dan kebanyakan kelompok lebih
memilih menyelesaikan membuat alas piring di lantai. Kecuali jika setiap
kelompok disediakan satu meja diletakkan di tengah dengan susunan bangku
melingkar itu.
Berdasarkan siklus belajar dari
pengalaman (experiental learning cycle),
saya pribadi juga ikut serta mengalami atau melaksanakan pelatihan tersebut dan
turut andil dalam menyelasikan karya kelompok kami. Dan setelah itu, kami sekelompok
menganalisis tema dari karya yang sudah kami buat, karena pada saat sebelum
membuat karya tersebut kami hanya membuatnya begitu saja tanpa menetapkannya
terlebih dahulu tema yang hendak kami gunakan. Dan di saat pertengahan proses
pelatihan di situlah kami mendiskusikan dan berbagi ide-ide utnuk melengkapi
karya kami tersebut. Kesimpulannya, dari experiental
learning cycle, dari kelompok kami sendiri merasakan manfaat mengalami dan
menganalisis saja.
Ini adalah karya dari kelompok kami
yang terdapat hiasan daun pisang dan kerang-kerangan serta salah satu karya
kelompok lain yang berada di sudut kanan atas.
Experiental Learning Cycle.. baru tahu istilah kerennya ini. ^_^
ReplyDeleteMaunya yang begini dijadiin standard cara belajar dan mengajar di dunia pendidikan. Pasti lebih asyik karna setiap peserta didik bisa merasa terlibat.
Oh yaa, kira2 lebih efektif mana, "Teori dulu sampai habis baru lanjut Praktek" dengan "Teori sedikit terus Praktek dan evaluasi" ?? ^_^