- Back to Home »
- MAN 2 MODEL MEDAN , observasi , psikologi pendidikan »
- Laporan Hasil Observasi Psikologi Pendidikan [Revision]
Posted by : Unknown
June 10, 2013
Anggota :
- Riska Andani Simargolang (12-012)
- Abdul Hakim (12-024)
- Dika Lestari (12-022)
- Maulidya Khairiyah (12-026)
- Carla Marsha (12-108)
Tugas : Laporan Observasi Sekolah
Mata kuliah : Psikologi Pendidikan
Mata kuliah : Psikologi Pendidikan
“LAPORAN HASIL OBSERVASI”
A.
IDENTITAS
SEKOLAH
1. Nama Sekolah : MAN 2 Model Medan
2. Alamat Sekolah : Jalan Willem Iskandar No. 7A Pancing
3. Uang Sekolah : Unggulan : Rp. 285.000.00,-
Reguler : Rp. 90.000.00,-
4. Konsep E-learning : Offline : Projector Untuk Tiap Kelas, Power
Point,
Online
: Website Sekolah Dan Wifi
(http://man2medan.wordpress.com/)
5. Sejak Kapan Digunakan :
Sejak Tahun 2010
6. Total siswa dalam satu ruangan : Laki –
laki : 6 Orang
(Kelas Observasi) Perempuan : 17 orang
B. URAIAN AKTIVITAS OBSERVASI
1. Hari Pelaksanaan : Sabtu
2. Waktu Pelaksanaan : 1 Juni 2013, jam: 11.05
- 12.10
3. Pembagian Tugas : 1. Riska
Andani S. (Dokumentasi, Print out angket)
2.
Dika Lestari (Dokumentasi, Snack partisipan)
3.
Maulidya Khairiyah (Dokumentasi, Snack partisipan)
4.
Carla Marsha (Notulen, Wawancara)
5.
Abdul Hakim (Dana)
- Pak Pandapotan
5. Metode : Observasi, Kuesioner dan
Wawancara
C. LAPORAN
HASIL OBSERVASI
I.
PENDAHULUAN
Saat ini dunia pendidikan
sedang menggonjang-ganjingkan sistem belajar dengan menggunakan e-learning. Dimana banyak sekali manfaat
dari e-learning itu sendiri ini
secara teorinya. Namun, bukan berarti e-learning
tidak memiliki dampak yang negatif, pasti ada. Semua tergantung pihak
pengajar dalam memantau para siswanya dalam penggunaan e-learning tersebut.
Seberapa efektifkah e-learning untuk digunakan di dunia
pendidikan? Seberapa siapkah pengajar dalam memantau kegiatan anak didiknya?
Seberapa banyakkah dampak negative yang dari penggunaan e-learning? Dengan membawa pertanyaan-pertanyaan tersebut kelompok
melakukan observasi ke sekolah yang telah menggunakan e-learning. Dan akan dibahas lebih lanjut di dalam laporan ini.
II.
LANDASAN TEORI
Murid-murid
dewasa ini tumbuh di dunia yang jauh berbeda dengan di masa ketika orang tua
dan kakek mereka masih menjadi murid. Jika murid ingin siap kerja, teknologi
harus menjadi bagian integral dari sekolah dan pelajaran di kelas (Earle, 2002;
Geisert & Futrell, 2000; Sharp, 2002). Ada empat unsur yang kami gunakan sebagai
landasan dari observasi sekolah mengenai e
– learning yang telah kami lakukan, diantaranya adalah :
A.
Teori
Belajar
Pembelajaran
(learning) merupakan pengaruh yang
relatif permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang
diperoleh melalui pengalaman. Terdapat dua pendekatan untuk pembelajaran yang
kami jadikan landasan pada teori belajar dalam pembahasan e-learning ini, yaitu
Teori Behaviorisme dan Teori Kognitif Sosial. Behaviorisme merupakan pandangan yang menyatakan bahwa perilaku
harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses
mental. Pendekatan behavioral untuk pembelajaran ini terbagi menjadi dua, yaitu
: Pengkondisian Klasik (Classical
Conditioning) dan Pengkondisian Operan (Operant
Conditioning). Pengkondisian klasik dan operan menekankan pada pembelajaran asosiatif (associative learning). Pengkondisian
klasik itu sendiri merupakan bentuk pembelajaran asosiatif di mana stimulus
netral diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan memunculkan kemampuan
untuk mengeluarkan respons yang serupa, sedangkan pengkondisian operan
merupakan bentuk pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku
menghasilkan perubahan pada kemungkinan perilaku yang akan diulangi. Hukum efek
(law effect) Thorndike menyatakan
bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa
perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Sedangkan pengkondisian
operan, di mana konsekuensi perilaku akan menyebabkan perubahan dalam
probabilitas perilaku itu akan terjadi, merupakan inti dari behaviorisme
Skinner (1938).
Teori Kognitif Sosial (social
cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga
faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif
mungkin berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan; faktor sosial
mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Proses
pembelajaran yang berkontribusi pada teori kognitif sosial ini merupakan
pembelajaran observasional. Pembelajaran Observasional disebut juga disebut
imitasi atau modelling, adalah pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang
mengamati dan meniru perilaku orang lain.
B. Motivasi
Motivasi
adalah proses yang memberikan semangat, arah dan kegigihan prilaku. Artinya,
prilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan
bertahan lama. Perspektif psikologi menjelaskan motivasi dengan cara yang
berbeda berdasarkan perspektif yang berbeda pula, terdapat 4 perspektif, yaitu
: Behavioral, humanistis, kognitif dan sosial.
Perspektif behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal
sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif sendidri adalah peristiwa
atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi prilaku murid,
pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat
atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarhakan perhatian pada perilaku yang
tepat dan menjauhkan mereka dari prilaku yang tidak tepat ( emmer, dkk ; 2000).
Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk
mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka. Perspektif ini
berkaitan erat dengan pandangan abraham maslow, bahwa kebutuhan dasar tertentu
harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
Perspektif kognitif menekankan bahwa pemikiran muridlah yang
akan memandu motivasi mereka sendiri. Perspektif ini juga menekankan arti
penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu
tujuan (Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk, 2001)
Perspektif sosial menekankan kepada kebutuhan afiliasi atau
keterhubungan yaitu motif untuk berhubungan kepada orang lain secara aman,
kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan
waktu bersama teman, kawan dekat, ketertarikan mereka dengan orang tua, dan
keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru.
Bentuk
motivasi ada dua yaitu : Motivasi
Instrinsik dan Motivasi Ekstrinsik.
Motivasi Intrinsik adalah motivasi
internal untuk melakukan sesuatu demi ssuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri),
sedangkan Motivasi Ekstrinsik adalah
melakukan sesuatu untuk medapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai
tujuan), motivasi ini sering juga dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti punishment dan reward.
Carol Dweck
dan rekannya (Dweck, 2002., Henderson dan Dweck, 1990., Dweck dan Leggett,
1988) telah menemukan bahwa anak menunjukkan dua respon yang berbeda terhadap
tantangan atau situasi yang sulit, yaitu : orientasi untuk menguasai (mastery orientation), orientasi tak
berdaya (helpless orientation). Anak
dengan orientasi untuk menguasai akan fokus pada tugas ketimbang pada kemampuan
mereka, punya sikap positif dan menciptakan strategi berorientasi solusi yang
meningkatkan kinerja mereka. Sedangkan anak dengan orientasi tak berdaya
berfokus pada ketidakmampuan pada personal mereka, seringkali mereka
mengatributkan kesulitan mereka pada kurangnya kemampuan, dan menunjukkan sikap
negatif (termasuk kejemuan dan kecemasan).
Teori
Mc.Celland mengenai hal-hal yang memotivasi seseorang, yaitu : Kebutuhan akan
prestasi (Need for Achievement = n.Ach), Kebutuhan akan afiliasi (Need for
Affiliation = n.Aff), dan Kebutuhan akan kekuatan (Need fo Power = n.Pow).
C. Orientasi Belajar
Orientasi
belajar yang Kami bahas pada observasi e-learning
ini adalah Pendekatan Teacher Centered Learninga (TCL), dan Pendekatan Student
Centered Learning (SCL). Banyak strategi TCL merefleksikan instruksi langsung.
Instruksi langsung (direct instruction)
itu sendiri merupakan pendekatan TCL yang terstruktur yang dicirikan oleh
arahan dan kontrol guru, ekspektasi guru yang tinggi atas kemajuan murid,
meksimalkan waktu yang dihabiskan murid untuk tugas-tugas akademik, dan usaha
oleh guru untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap murid (Joyce & Weil,
1996). Tujuan penting dari instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu
belajar murid (Stevenson, 2000). Menurut Hall: 2006, SCL adalah tentang
membantu siswa menemukan gaya belajarnya sendiri, memahami motivasi dan
menguasai keterampilan belajar yang paling sesuai bagi mereka. Hal tersbeut
akan sangat berharga dan bermanfaat sepanjang hidup mereka.
Lea,
Stephenson, dan Troy (2003 dalam O’Neill & McMahon, 2005) mendefinisikan
SCL secara lebih luas yaitu bahwa SCL mencakup : ketergantungan terhadap
belajar aktif, penekanan terhadap belajar secara mendalam, pemahaman,
meningkatnya tanggung jawab di pihak siswa, meningkatnya perasaan otonomi pada
pembelajaran, saling ketergantungan antara guru dan siswa. SCL lebih merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang refleksif baik bagi pihak siswa maupun guru.
Pembelajaran berbasis problem adalah pendekatan learned-centered. Dalam pembelejaran berbasis problem , perencanaan
dan instruksinya sangat berbeda dengan pendekatan TCL. Pembelajaran berbasis
problem menekankan pada pemecahan masalah/problem kehidupan nyata. Kurikulum
berbasis problem akan emmberi problem rill/nyata kepada murid, yakni problem
yang muncul dalam kehidupan sehari-hari (Jones, Rasmussen, & Moffitt,
1997).
D. Manajemen Kelas
Manajemen
kelas merupakan bagian integral pengajaran efektif yang mencegah masalah
perilaku melalui perencanaan, pengelolaan, dan penataan kegiatan belajar yang
lebih baik, pemberian materi pelajaran yang lebih baik dan interaksi guru-siswa
yang lebih baik.
Manajemen
kelas yang efektif mempunyai dua tujuan, yaitu: membantu murid menghabiskan
lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak
diorientasikan pada tujuan, dan mencegah murid mengalami problem akademik dan
emosional.
Terdapat
empat prinsip dasar dalam penataan kelas (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003)
: kepadatan di tempat lalu-lalang
dikurangi, pengajar dapat dengan mudah melihat seluruh murid, materi pengajaran
dan perlengkapan murid harus mudah diakses, murid dapat dengan mudah melihat
semua presentasi kelas.
Terdapat
pula gaya penataan kelas standar yang paling mendukung aktivitas tertentu
(seluruh kelas, kelompok kecil, tugas individual, dan lain-lain), yaitu : gaya
auditorium (semua murid menghadap guru), gaya tatap muka (murid saling
menghadap), gaya off-set (sejumlah murid biasanya tiga atau empat duduk di
bangku tapi tidak berhadapan langsung satu sama lain), gaya seminar (10 atau
lebih murid duduk disusun berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U),
gaya klaster (4-8 murid bekerja dalam kelompok kecil).
Santrcok
(2004) menjelaskan strategi umum dalam gaya manajemen kelas, yaitu : gaya
manajeman kelas otoritatif, gaya manajeman kelas otoritarian, gaya manajeman
kelas yang permisif. gaya manajeman kelas otoritatif berasal dari gaya parenting menurut Diana Baumrind (1971,
1996). Guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerja sama give and take dan menunjukkan sikap
perhatian kepada mereka. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan
regulasi, menentukan standar dengan masukan dari murid.
Gaya manajeman
kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya
adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran.
Guru otoriter sangat mengekang dan mengontrol murid dan tidak banyak melakukan
percakapan dengan mereka. Muridnya pun cenderung pasif, tidak mau membuat
insiatif aktivitas, mengekspresikan kekhawatiran tentang perbandingan sosial,
dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk.
Sedangkan
gaya manajeman kelas permisif memberi banyak otonomi pada murid tapi tidak
memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau
pengelolaan perilaku mereka. Tidak heran murid di kelas permisif cenderung
memiliki keahlian akademik yang tidak memadai dan kontrol diri yang rendah.
III.
OBJEK OBSERVASI
Adapun
objek observasi bersentuhan dengan topik pembahasan : Teori Belajar, Motivasi,
Orientasi Belajar, dan Manajemen Kelas.
A.
Teori Belajar
Pada
topik teori belajar yang kami tekankan, yaitu : teori behaviorisme dan teori
kognitif sosial.
B.
Motivasi
Pada
topik motivasi kami menekankan pada perspektif dari motivasi, yaitu :
perspektif behavioral, perspektif humanistis, perspektif kogniti, dan
perspektif sosial. Selain itu, juga bentuk dari motivasi itu sendiri, yakni
apakah murid tersebut memiliki motivasi intrinsik atau motivasi ekstrinsik. Dan
Kami melihat kepada orientasi motivasi, apakah dari hasil observasi murid
memiliki orientasi untuk menguasai atau orientasi untuk tidak berdaya.
C.
Orientasi Belajar
Pada
topik orientasi belajar ini terdapat dua pembagian, yaitu apakah sistem
pengajaran di kelas mempergunakan sistem TCL atau SCL. Dengan membandingkan
karakteristik dari TCL maupun SCL yang lebih dominan dan lebih sering
dipergunakan dalam kelas tersebut.
D. Manajamen
Kelas
Pada topik manajemen
kelas Kami fokus pada desain kelas, fisik kelas, dan gaya manajemen kelas.
Dimana pada desain kelas kami melihat pada prinsip penataan kelasnya dan gaya
penataan bangku seluruh siswa. Prinsip penataan kelas ini terdiri atas :
kepadatan tempat lalu lalang, pengajar mudah melihat seluruh siswa, materi
pengajaran dan perlengkapan mudah diakses, dan murid mudah melihat seluruh
presentasi. Sedangkan pada gaya pentaan kelas (struktur bangku siswa), kami
melihat apakah pada kelas tersebut lebih mengarah ke gaya penataan yang bagaimana.
Apakah itu auditorium, tatap muka, off-set, seminar, atau klaster. Dan pada
bagian gaya manajemen kelas, kami menilai apakah kelas tersebut menggunakan
gaya manajemen otoritatif, otoritarian, atau permisif.
IV.
JADWAL PELAKSANAAN
Sabtu,
1 Juni 2013 pukul 11.05 WIB
V.
PELAKSANAAN
Jam
|
Kegiatan
yang Dilakukan
|
10.30 – 11.00
|
Stand by dan melakukan
sosialisasi dengan guru
|
11.05 – 12.10
|
Observasi dengan metode non –
partisipan
|
12.10 – 12.20
|
Pembagian dan pengisian kuesioner
|
12.15 – 12.20
|
Wawancara
|
VI.
LAPORAN PENELITIAN
Sekolah sudah menerapkan e–learning secara online maupun off-line. Namun
penerapan sistem e-learning tersebut
belum secara total diaplikasikan pada setiap mata pelajaran di MAN 2 Model
Medan. Jaringan wifi sekolah juga kurang mencukupi kebutuhan siswa-siswi, karena
jaringannya yang lambat. Oleh sebab itu, pengaplikasian e-learning online pun tidak begitu terlaksana dengan efektif dan
efesien. Namun demikian, e-learning
sistem off-line di setiap kelas sudah
terlaksana pada beberapa mata pelajaran dan cukup efektif pada proses
pembelajaran. Begitu juga dengan diskusi kecil dan tugas individual. Akan
tetapi Sekolah masih belum memfasilitasi bahan ajar / materi pelajaran secara
online, walaupun sekolah sudah memiliki website sendiri.
Berikut
hasil laporan observasi kelompok kami dan hasil kuesioner dengan partisipan
seluruh siswa/siswi unggulan X-2 :
-
Dilihat
dari aspek motivasinya, para siswa sangat antusias mendengarkan guru
menjelaskan materi. Hal ini juga terlihat dari hasil kuesioner, di mana
representasi motivasi siswa tergolong tinggi. Namun motivasi yang tergolong
tinggi pada kelas tersebut adalah motivasi ekstrinsik. Dan dari hasil observasi
kami juga dapati bahwa kelas lebih mengarah pada motivasi dengan perspektif
behavioral dan humanistis.
-
Dari
aspek orientasi belajar, Sekolah menerapkan sistem SCL dan TCL. Dari hasil
kuesioner kami dapati bahwa siswa lebih berorientasi pada sistem SCL, namun
dalam fakta observasi dan wawancara ternyata kami temukan bahwa sistem SCL
tidak terlaksana secara menyeluruh pada setiap mata pelajaran. Karena pada
beberapa guru masih mempergunakan sistem pengajaran TCL. Di samping itu, bahan
ajar juga tidak disediakan sekolah secara online
walaupun sebenarnya sekolah sudah memiliki website pribadi. Namun, memang pada
sebagian guru yang menerapkan sistem SCL ini memperbolehkan kepada siswa untuk
mencari informasi terkait pembahasan mata pelajaran tertentu dari berbagai
macam informasi secara online (dari
internet) maupun offline
(koran,majalah,artikel).
-
Dari
aspek manajemen kelas, Sekolah sudah memfasilitasi perangkat dan kondisi kelas
yang nyaman dan efektif dalam proses belajar. Kelas terlihat bersih, di bagian
belakang kelas terdapat deretan locker penyimpanan
barang-barang para anak didik, dan di sudut kiri depan kelas terdapat lemari
hias. Kelas yang sangat nyaman untuk belajar. Dari keterangan Pak Pandapotan,
kelompok memperoleh informasi bahwa setiap kelas di MAN 2 Model Medan telah
dipasang projector dan layarnya
secara permanen. Selain itu, pada setiap kelas menerapkan gaya penataan kelas
auditorium yakni seluruh siswa duduk menghadap pengajar/guru. Gaya manajemen
kelas menerapkan gaya otaritatif, di mana terjalin kerja sama antara murid dan
guru (give and take).
-
Dilihat
dari aspek teori belajar, kami dapati dari hasil kuesioner bahwa kelas lebih
menerapkan teori belajar kognitif sosial di mana hal ini mengidentifikasikan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga
faktor perilaku memainkan peran penting dalam proses pembelajaran di kelas.
VII.
EVALUASI
Sekolah
harusnya lebih konsisten dan menyeluruh dalam penerapan sistem e-learning ini. Karena walaupun sudah
hampir seluruh mata pelajaran menggunakan e–learning
offline, namun kurang menekankan pada
e-learning online-nya. Walaupun
dilengkapinya website sekolah namun bahan ajar tidak di-upload ke website. Selain itu banyak pelajaran yang membutuhkan
pengaplikasian dalam bidang visual namun tidak difasilitasi oleh guru yang
mengajar dengan penggunaan power point.
D.
Rangkuman
Hasil Observasi
Rangkuman
Kelompok
Penggunaan konsep e-learning di MAN 2 Model Medan telah
dilakukan sejak tahun 2010. Metode pembelajaran e-learning ini memudahkan siswa untuk memahami mata pelajaran yang
menitikberatkan pada aplikasi pemahaman audio visual seperti bahasa inggris,
kimia, biologi dan lain sebagainya. Konsep e-learning yang digunakan di sekolah
tersebut merupakan e-learning dengan
program offline berupa pembelajaran menggunakan power point melalui sebuah projector yang telah disediakan di masing –
masing kelas. Motivasi siwa kelas unggulan X-2 MAN
2 Model Medan tergolong tinggi, dikarenakan siswa memberi perhatian pada
kelas dan sangat tertib akan tetapi motivasi ekstrinsik mereka yang lebih
menonjol. Selain itu, motivasi siswa di kelas lebih mengarah pada perspektif
behavioral dan humanistis. Orientasi belajar sekolah menggunakan model SCL (Student Centered Learning) dan TCL (Teacher Centered Learning), dimana siswa
juga berperan dalam proses pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, namun
pada sebagian mata pelajaran lainnya guru masih ada yang menerapkan orientasi
belajar TCL. Manajemen kelas sangat baik dan efektif, gaya penataan ruangan
yang digunakan yaitu gaya auditorium dan gaya manajmen kelas menggunakan gaya
otoritatif. Teori belajar yang digunakan berupa teori kognitif sosial.
Rangkuman Pribadi (Dika Lestari)
Dari hasil observasi langsung serta hasil
kuesioner, maka dapat saya tarik kesimpulan bahwa sistem e-learning di MAN 2 MODEL MEDAN sudah cukup baik, tetapi akan lebih
baik lagi jika pihak sekolah lebih memaksimalkan fasilitas yang ada sekaligus
mengembangkannya. Sistem e-learning
online di sekolah tersebut kurang teraplikasi secara menyeluruh, pihak
sekolah memang memiliki website sekolah tetapi pihak sekolah tidak
memfasilitasi bahan ajar dalam proses belajar di website tersebut. Selain itu,
jaringan internet di MAN 2 juga tidak begitu membantu. Yaa karena jaringannya cukup
lambat, jadi para siswa yang akan online
harus membawa modem sendiri dari rumah.
Dari segi motivasi, siswa memiliki motivasi
yang cukup tinggi, dan lebih dominan kepada motivasi ekstrinsik serta mengarah
kepada motivasi dengan perspektif behavioral dan perspektif humanistis. Kalau
dari aspek orientasi belajarnya, sekolah menggunakan sistem SCL dan TCL. Karena
hal tersebut tergantung dari orientasi pengajaran masing-masing guru. Namun
secara keseluruhan, sekolah tersebut sudah hampir menerapkan SCL. Selanjutnya
dari segi manajemen kelas, pada kelas yang kami observasi memiliki suasana dan
kondisi kelas yang sangat efektif dalam proses belajar. Dengan gaya penataan bangku
auditoium dan gaya manajemen kelasnya otoritatif. Dan yang terakhir dari aspek
teori belajar, siswa lebih mengarah kepada teori belajar kognitif sosial.
E.
Testimoni
A.
kelompok
Siswa sangat antusias dalam mendengarkan
dan memerhatikan guru, kelas cukup nyaman dan bersih dengan penataan kelas di
desain standar tipe auditorium. Orientasi belajar di sekolah ini juga sudah
hampir SCL walaupun tidak keseluruhan diaplikasikan pada setiap mata pelajaran
dan masih terdapat beberapa guru yang menerapkan sistem TCL. Kebanyakan dari
siswanya mengatakan bahwa hambatan yang paling menyiksa itu jika listrik padam.
Selebihnya e-learning sangat membantu
proses belajar siswa. Dari observasi ke sekolah Kami selaku kelompok belajar
banyak pengalaman dari hal tersebut. Dimulai dari pembagian tugas per orang,
ada yang
B. Pribadi
· Riska Andani Simargolang (12-012)
Observasi ini adalah
observasi yang pertama kali saya lakukan semenjak menjalani study di Fakultas
Psikologi USU, rasanya deg;deg kan tapi ini benar-benar memberi pengalaman yang
sangat berharga buat saya, dimana saya bisa berinteraksi secara langsung dengan
siswa(i) yang bersekolah di MAN 2 MODEL MEDAN, saya sangat senang berkesempatan
untuk mengobservasi sekolah tersebut. Testimoni saya untuk MAN 2 MODEL MEDAN
adalah, sebaiknya konsep e-learning dan sistem SCL lebih diperhatikan dan di
terapkan dalam proses pembelajaran.
· Dika Lestari (12-022)
Pada observasi sekolah yang pertama sekali
untuk saya, hal ini memberikan pengalaman yang berharga. Karena dari teori yang
sudah saya pelajari pada mata kuliah psikologi pendidikan, maka di sinilah saya
benar-benar bisa mengaplikasikan dan mengetahui dengan jelas contoh real dari
teori yang ada. Testimoni saya untuk Man 2 Model Medan, hendaknya fasilitas e-learning dan sistem SCL lebih
diaplikasikan secara berkesinambungan dan merata pada seluruh kelas di Man 2.
Berhubung pada saat observasi Kami berkesempatan mengobservasi kelas unggulan
jadi jelas terlihat bahwa fasilitas yang disediakan sekolah sangat memadai dan
efektif. Dengan kapasitas murid kelas unggulan yang tidak lebih dari 25. Dan
untuk kelas reguler kapasitasnya tidak lebih dari 35 dan projector pun sudah
ada di setiap kelas.
· Abdul Hakim Lubis (12-024)
Menurut saya, sistem e-learning nya sudah
cukup bagus dan juga sistem pengajarannya. Hanya perlu dimaksimalkan saja.
Selain itu, sekolah juga harus melihat bagaimana cara para siswanya belajar
agar siswa lebih mudah dan baik dalam menerima pelajaran di sekolah.
· Maulidya Khairiyah (12-026)
Dari hasil pengamatan saya pribadi e-learning yang difasilitasi oleh
sekolah untuk para anak didiknya baik yang offline
maupun online telah banyak membantu
proses belajar mengajar yang terjadi di MAN 2 Model Medan. Dari pengamatan
tersebut dan dari pengakuan para anak didik pula saya dapat menyimpulkan bahwa e-learning di MAN 2 Model Medan tersebut
telah berjalan cukup efektif.
· Carla Marsha (12-108)
Menurut
saya siswa disekolah sangat antusias dengan e
– learning ini. Selain itu sekolah juga memfasilitasii dengan baik. Siswa
diberikan individual table, individual locker dan lain – lain sehingga turut
membantu murid untuk menyimpan gadget yang akan mereka gunakan saat menjalankan
e – learning.
Selain itu, observasi ini sangat
berguna untuk mengasah daya analisa kita terhadap suatu fenomena real dengan
berpedoman pada teori yang sudah ada. Sehingga menurut saya sangat berguna.